group

Dari Cerita Rakyat ke Wisata Rakyat
Kisah Gunung Tangkuban Perahu

(Sumber: Pinterest.com, 2023)

      Kisah asal usul Gunung Tangkuban Perahu tidak lepas dari legenda masyarakat tentang seorang pemuda yang ingin meminang ibu kandungnya sendiri yaitu Sangkuriang dan Dayang Sumbi. Dayang Sumbi yang dianugerahi paras yang cantik dan awet muda membuat Sangkuriang jatuh hati kepada ibu yang melahirkannya. Keinginan Sangkuriang tersebut tidak mungkin diterima oleh sang ibu Dayang Sumbi, sehingga untuk menghentikan keinginan tersebut Dayang Sumbi memberikan syarat yang cukup sulit yaitu jika Sangkuriang bersikeras ingin memingangya, Sangkuriang harus membuatkan kapal untuknya dalam waktu semalam.  Sangkuriang yang menyukai ibunya dan merasa tertantang dengan permintaan Dayang Sumbi menerima tantangan tersebut.  Dalam waktu semalam, Sangkuriang dengan bantuan jinnya hampir berhasil menyelesaikan kapal tersebut. Dayang Sumbi yang mengetahui hal tersebut menjadi panik, ahirnya dia berdoa kepada Sang Dewa untuk menggagalkan rencana anaknya, serta meminta bantuan tetangganya untuk bersama-sama menumbuk lumbung padi, agar ayam berkokok yang menandakan sudah fajar sehingga Sangkuriang gagal dalam menyelesaikan pembuatan kapalnya. Mengetahui hal tersebut, Sangkuriang marah kepada Dayang Sumbi. Sangkuriang melampiaskan kemarahannya dengan menendang kapal buatannya sehingga jatuh terlungkup menjadi Gunung. Kini Gunung tersebut dikenal dengan Gunung Tangkuban Perahu.

(Sumber: Pinterest.com, 2023)

     Legenda ini masih diingat oleh masyarakat sebagai dongeng untuk anak-anak. Terlepas dari Kisah Sangkuriang, Gunung Tangkuban Perahu secara ilmiah terbentuk dari puluhan ribu tahun silam. Gunung Tangkuban Perahu yang terletak di wilayah Jawa Barat tepatnya di Lembang yang kurang lebih 30 km sebelah utara Kota Bandung. Bentuk gunung yang seperti kapal telungkup disebabkan oleh adanya dua kawah yang berdampingan di bagian barat dan timurnya.  Gunung Tangkuban Parahu terbentuk sekitar 90.000 tahun lalu di Kaldera Sunda. Gunung ini lebih muda dari Gunung Burangrang. Gunung Burangrang yang terletak di sisi barat Gunung Tangkuban Parahu terbentuk sekitar 210.000 hingga 105.000 tahun lalu. Gunung Tangkuban Parahu berada setelah terbentuknya Sesar Lembang. Ketika Gunung Tangkuban Parahu meletus, sebagian material alirannya yang mengalir ke selatan tertahan di kaki patahan. Gunung Tangkuban Perahu telah meletus beberapa kali, letusan pertama pada tahun 1829 hingga letusan terakhir kalinya pada tahun 2019. Letusan gunung ini mengakibatkan pembentukan kawah hingga membentuk 13 kawah gunung disekitarnya.
Sampai saat ini Gunung Tangkuban Perahu masih menjadi salah satu gunung aktif di Indonesia, walaupun letusan yang terjadi memiliki interval waktu yang cukup lama, namun apabila terjadi erupsi dari gunung api diperlukan tindakan pencegahan atau mitigasi untuk penanggulangan bencana yang lebih baik dan sistematis. Penangan penanggulangan bencana Gunung Tangkuban Perahu dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

  1. Mengkoordinasi relawan (LSM/Lemabaga Swadaya Masyarakat) dengan pemerintah (BPBD/Badan Penanggulangan Bencana Daerah) dalam skenario tanggap bencana melalu kegiatan nyata yang bergantung pada orang dan masyarakat.
  2. Keterlibatan masyarakat sekitar dalam memahami, menaati hasil kajian dampak dan bahaya letusan Gunung Tangkuban Perahu sangat penting dan menjadikan aktivitas masyarakat yang mengakar dalam pada masyarakat dan budaya di sekitarnya.
  3. Adanya Studi Manajemen Mitigasi BPBD Letusan Gunung Tangkuban Perahu telah mendorong masyarakat untuk merespon keadaan darurat secara cepat, efisien, adil dan sumber daya yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal dan efektif.

   Terlepas dari pembentukan gunung tersebut dan kondisi status sebagai gunung aktif, Gunung Tangkuban Perahu memiliki potensi kearifan alam yang beragam. Gunung Tangkuban Perahu merupakan salah satu satu cagar alam yang ada di Provinsi Jawa Barat. Kawasan suaka alam di daerah Gunung Tangkuban Perahu sebagai taman wisata alam yang menjadi salah satu objek wisata menarik. Selain menjadi objek wisata keberadaan cagar alam juga menjadi objek edukasi serta tempat yang dirancang khusus untuk menjaga flora fauna endemik di daerah Gunung Tangkuban Perahu. Cagar alam gunung tersebut memiliki luas sebesar 1.548,79 Hektar. Iklim pada kawasan ini termasuk iklim dengan curah hujan rata-rata sebesar 2.000 – 3.000 mm/tahun dengan temperatur berkisar 15°C – 29°C serta kelembaban udara rata-rata 45% – 97%. Kita ketahui bersama bahwa gunung memiliki sumber air yang dinamakan sumber mata air gunung. Cagar alam dan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu memiliki potensi sumber daya air dan mampu menghasilkan air dengan debit 2,4 m3/detik atau 207.360 m3/hari. Mata air gunung memiliki manfaat yang sangat baik bagi makhluk hidup untuk dikonsumsi. Sumber mata air pegunungan mengandung mineral yang dibutuhkan oleh tubuh makhluk hidup dan bebas dari kontaminasi bahan kimia.


   Dalam kajian yang telah dilakukan oleh Sunarwan dan Puradimedja yang dipublikasikan pada tahun 1997, Gunung Tangkuban Perahu memiliki 60 sumber mata air dan sumur gali. Kemunculan mata air dapat dijumpai pada setiap batuan yang mampu berperan sebagai akuifer dan menjadi penyusun batuan yang ada. Selain terdapat sumber mata air, Gunung Tangkuban Perahu memiliki keeksotisan flora dan fauna yang terdapat pada Cagar Alam dan Taman Wisata Alamnya. Dalam rangka menjaga kelestarian flora fauna dan alam sekitar, Cagar alam dan Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Perahu memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) yang berlaku untuk dipatuhi oleh semua pengunjung yang datang. Beberapa flora dan fauna yang khas pada Gunung Tangkuban Perahu sebagai berikut.

  Salah satu jenis substrat yang cukup familiar yang digunakan untuk membuat bioreeftek adalah tempurung kelapa. Tempurung kelapa yang berwarna cokelat tentu banyak ditemukan di pinggir pantai, tempurung kelapa sendiri merupakan limbah atau sampah yang banyak di pesisir pantai. Bioreeftek yang terbuat dari tempurung kelapa sebagai bahan alami sebagai tempat settle larva planula. Fungsi dari tempurung kelapa adalah sebagai tempat merekrut larva planula karang secara alami (reproduksi seksual). Setelah larva planula karang menempel pada substrat Bioreeftek tersebut. Cara membuat Bioreeftek menggunakan tempurung kelapa juga cukup mudah. Pertama tempurung kelapa yang sudah dipotong dan disusun sedemikian rupa diletakkan pada perairan yang kondisi terumbu karangnya baik agar larva planula karang cepat menempel pada media tempurung kelapa.  Kemudian peletakan pada kedalaman lima hingga sepuluh meter. Setelah planula karang telah menempel, maka Bioreeftek telah siap dipindahkan ke daerah atau kawasan sesuai yang diinginkan. Tempurung kelapa atau istilah lainnya Batok kelapa tentunya sangat mudah ditemukan di daerah pesisir pantai. Selain mudah didapatkan, Batok kelapa ini juga murah karena untuk mendapatkannya juga tidak diperlukan biaya. Teknik membuat bioreeftek dengan tempurung atau batok kelapa mudah diaplikasikan bahkan untuk orang awam yang tidak banyak mengenal tentang terumbu karang.

Flora

Fauna

Puspa (Schima wallichii)

Lutung (Presbutis cristata)

Pasang (Quercus sp.)

Surili (Presbytis aygula)

Ki hiur (Castanopsis javanica)

Owa Jawa (Hylobates moloch)

Saninten (C. argentea)

Jalarang (Ratufa bicolor)

Jamuju (Podocarpus imbricatus)

Macan Tutul (Panthera pardus)

Rengas (Gluta renghas)

Elang Jawa (Spizateus bartelsi)

Ki Lemo (Litsea cubeba)

Kipasan Ekor Merah (Riphidura Phoenicura)

Harendong(Melastoma polyanthum)

Trenggiling (Maniis javanica)

    Potensi alami sumber daya hayati yang terdapat di kawasan Gunung Tangkuban Perahu menjadi daya tarik bagi wisatawan, seperti cagar alam, taman wisata alam, kawasan aktif ditambah lagi dengan adanya fasilitas outbond, taman edukasi, masjid, menara pandang, panggung budaya, aula serba guna dan fasilitas lainnya. Sejak tahun 1829 hingga tahun 2019 telah terjadi kurang lebih 20 kali letusan atau erupsi dari Gunung Tangkuban Perahu sehingga menyebabkan kerusakan alam dan terbentuknya 13 kawah gunung. Dari 13 kawah gunung yang ada dua diantaranya menjadi primadona untuk dikunjungi yaitu Kawah Ratu dan Kawah Domas.  Kawah Ratu merupakan kawah terbesar dari seluruh kawah di Gunung Tangkuban Parahu. Bentuknya menyerupai mangkuk raksasa yang berisi campuran lava, sulfur, dan belerang. Kedalamannya mencapai 500 meter, permukaannya terus-menerus mengepulkan uap belerang, menimbulkan kesan misterius di sekitar kawah. Sedangkan Kawah Domas terdiri dari beberapa kolam dan kubangan yang menampung air panas. Suhunya bervariasi mulai dari 35 -1000C.

   Gunung Tangkuban Perahu yang memiliki potensi wisata alam dengan flora fauna endemiknya serta objek kawah gunung dengan panorama eksotisnya yang memberikan peluang pariwisata green tourism. Objek wisata tersebut memberikan sumbangan positif kepada perekonomian masyarakat sekitar seperti dengan pemberlakuan tiket masuk ataupun penjualan beberapa souvenir di kawasan wisata alam. Tingginya minat wisatawan untuk mengunjungi objek wisata di daerah Gunung Tangkuban Perahu juga tidak terlepas dengan adanya Kisah Legenda Sangkuriang yang membuat wisatawan penasaran dengan kondisi Gunung Tangkuban Perahu. Kearifan sumber daya hayati di kawasan Gunung Tangkuban Perahu sudah seharusnya dijaga dan dilestarikan agar potensi wisata ini menjadi potensi yang berkelanjutan. Legenda asal usul Gunung Tangkuban Perahu sebagai warisan budaya leluhur atau cultural heritage menjadi nilai jual dalam pengembangan ekowisata disana.  Keindahan alam Gunung Tangkuban Perahu dengan history cultural heritage mendorong pecinta wisata alam untuk terus berkunjung. Namun, pengembangan ekowisata harus berlandaskan tanggung jawab dan kearifan yang menjaga alam dan lingkungan. Hal ini juga yang tersirat dalam Legenda Sangkuriang. Cerita rakyat Sunda tersebut mengajarkan bahwa tentang pentingnya menahan ego manusia untuk menjaga keselarasan alam dan lingkungan. Menjaga ego manusia agar tidak serakah terhadap alam akan menimbulkan dampak yang baik juga untuk alam dan lingkungan. Cerita rakyat sunda yang telah ada di masyarakat berabad-abad juga membuat masyarakat sekitar maupun wisatawan menghargai hal tersebut dalam bentuk menjaga dan melestarikan alam dan lingkungan di sekitar kawasan Gunung Tangkuban Perahu.

Referensi:

  1. Rahayu, L. (2018). Transformasi Ideologi Legenda Gunung Tangkuban Perahu Ke Dalam Drama Sangkuriang – Dayang Sumbi dan Sang Kuriang Karya Utuy Tatang Sontani. Jurnal Sawerigading. Vol. 24. No. 1.Hal 97-108
  2. Surnarwan, B. (2014). Karakterisasi Phisik Air Tanah dan Identifikasi Pemunculan Mata Air Pada Akuifer Endapan Gunung Api. Jurnal Teknologi. Vol. 2. No. 24. Hal 16-26
  3. Sunarwan, B., dan Puradimaja, D.J., (1997),Penerapan Metoda Hidrokimia – Isotop Oksigen 18 (18O), Deuterium Dan Tritium ( 3H). Dalam Karakterisasi Akifer Airtanah Sisem Akifer Bahan Volkanik (Studi kasus Kawasan Padalarang – Cimahi – Lembang, Bandung ). Tesis Magister
  4. Fitriani, I., Zulkarnaen, W., dan Bagianto, A. (2021). Analisis Manajemen Mitigasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Terhadap Bencana Alam Erupsi Gunung Tangkuban Perahu di Jawa Barat. Jurnal Ilmiah MEA. Vol. 5. No. 1. Hal 91-111
  5. BBKSDA JABAR. (2023). Cagar Alam (CA) Gunung Tangkuban Perahu. Diakses 18 Oktober 2023 dari https://conservation.id/kawasan-konservasi/cagar-alam/cagar-alam-ca-gunung-tangkuban-perahu/
  6. Network, Ayo Media (2019). Gunung Tangkuban Parahu: Sejarah Terbentuk dan Letusannya.  Diakses 18 Oktober 2023 dari Ayo Bandung.com

Mitra Hijau Indonesia – Konsultan Lingkungan Hidup Surabaya

vector

PT MITRA HIJAU INDONESIA

CONNECT

+62​81359795565
szutestmarkalar lekesiz 26
szutestbrands darkbg iso14001
szutestbrands darkbg iso9001

© all rights reserved – simetrie

EnglishIndonesian
Kirim Pesan
Kirim pesan pada kami
Terima Kasih telah menghubungi kami.