When we plant trees we plant the seeds of peace and hope adalah salah satu ungkapan yang cukup terkenal dari seorang aktivis lingkungan dari Afrika. Terlahir dari kaum ras hitam tidak mematahkan semangat Wangari Muta Maathai untuk menyerukan segala aksi kebaikan dalam seluruh perjalanan hidupnya. Dr. Maathai lahir di Desa Ihithe Divisi Tetu, Distrik Nyeri, Kenya sebuah negara di Afrika Timur pada 1 April 1990. Dr. Maathai wafat pada 25 September 2011 dikarenakan sakit kanker pada usianya 71 tahun. Semasa hidupnya Dr. Maathai cukup dikenal di kalangan aktivis internasional dia juga merupakan wanita Afrika pertama yang mendapatkan anugrah nobel perdamaian karena kontribusinya dalam perdamaian dan pembangunan keberlanjutan. Ketertarikan Dr. Maathai dalam lingkungan hidup dibuktikan dengan pendidikan yang dia tempuh dari gelar sarjana hingga dokoral. Pada tahun 1964 telah menamatkan gelar Sarjana Biologi di Benedictine College, Atchison, kemudian melanjutkan pendidikan Master of Science di Universitas Pittsburgh lulus pada tahun 1966 dan pada tahun 1971 memperoleh gelar Ph.D. Kedokteran Hewan di Universitas Nairobi. Gebrakan besar pertamanya pada tahun 1977 dengan mendirikan organisasi non-pemerintahan yang dinamakan Gerakan sabuk hijau (The Green Belt Movement).
Pada mulanya antara tahun 1990 -2000 sekitar 12.600 hektar hutan di Kenya per tahun selalu berkurang akibat penebangan liar. Tingkat deforestasi hutan di Kenya sekitar tahun 1990-2005 mencapai 5,0% dari tutupan hutan, atau sekitar 186.000 hektar. Tingginya laju deforestasi hutan di Kenya saat itu mengakibatkan Kenya kehilangan 2,0 % dari habitat hutan. Potensi hutan di Kenya juga sebagai penyokong kayu bakar. Selain itu, hutan di Kenya berfungsi untuk mencegah erosi tanah. Kampanye organisasi tersebut menggerakkan wanita miskin dan menanam 30 juta pohon. Adanya krisis kayu bakar, air, pangan, dan kerusakan lingkungan tersebut yang mendorong Dr. Maathai untuk membentuk organisasi pecinta lingkungan di Afrika. Awalnya, Gerakan Sabuk Hijau berupa aktivitas menanam pohon saja. Kegiatan Gerakan sabuk hijau sekaligus juga sebagai Langkah koneservatif dan pemberdyaan masyarakat sekitar. Dr. Maathai mampu memotivasi dan berkolaborasi dengan ibu-ibu dari anak-anak kekurangan gizi untuk melestarikan lingkungan demi mereka dan anak-cucu mereka dengan mengumpulkan bibit tanaman, menggali sumur, dan menjaga semaian dari hewan dan manusia. Wangari Maathai juga akhirnya disematkan gelar “Mama Miti” yang dalam bahasa Swahili berarti “Ibu dari Pepohonan”.
Masyarakat terkadang masih menganggap bahwa kegiatan konservasi lingkungan adalah tugas pemerintah saja. Menurut Dr. Maathai pencapaiannya ini tentang menginspirasi orang untuk bertanggung jawab atas lingkungan mereka, sistem yang mengatur mereka, kehidupan mereka, dan masa depan mereka. Gerakan Sabuk Hijau pelan-pelan berhasil mengubah mindset masyarakat di sana, organisasi ini pun berhasil berkembang dan mengajak kelompok masyarakat khususnya perempuan terlibat dalam aksi pelestarian lingkungan dan penanaman pohon. Melalui Gerakan ini ditanamkan kesadaran bahwa bahwa upaya pelestarian lingkungan hidup itu memerlukan komitmen, maka organisasi ini menanamkan beberapa nilai antara lain: cinta akan pelestarian lingkungan, pemberdayaan diri dan komunitas, kerelawana merasa diri sebagai anggota komunitas hijau serta Akuntabilitas, transparansi, dan kejujuran.
Awalnya Dr. Maathai hanya menanam beberapa pohon saja di pekarangan rumhanya. Pada tahun 2004 melalui Gerakan ini telah berhasil menanam lebih dari 40 juta pohon dan mereboisasi hutan gundul di Afrika. Disisi lain dengan organisasi ini Dr. Maathai berhasil memberdayakan kurang lebih 900.000 perempuan untuk ikut melestarikan alam dan lingkungan. Keberhasilan gerakan sabuk hijau ini juga dikarenakan lambang pohon yang dianggap sebagai penghubung antar masyarakat serta dapat memenuhi banyak kebutuhan masyarakat utamanya masayarakat di negara berkembang yang masih kekurangan akan kebutuhan seperti pangan, air bersih, pendidikan dan kesehatan.
Adapun perjalanan karir dari Dr. Maathai adalah sebagai berikut.
Beberapa penghargaan yang pernah diperoleh Dr. Maathai adalah sebagai berikut:
Kisah Dr. Maathai dapat menjadi inspirasi bagi kita. Adapun beberapa nilai berharga yang dapat diambil dari perjuangan Dr. Mathai bagi bangsa Indonesia adalah sebagai berikut.
Refrensi:
Muthuki, J. (2006). Challenging patriarchal structures: Wangari Maathai and the Green Belt movement in Kenya. Agenda, 20(69), 83-91.
Mitra Hijau Indonesia – Konsultan Lingkungan Hidup Surabaya