Hari Raya Idul Fitri dapat dikatakan sebagai salah satu perayaan besar yang menjadi momen kemenangan untuk umat muslim di seluruh dunia. Momen kemenangan ini dicapai setelah umat muslim menjalankan ibadah puasa dengan berjuang mengendalikan nafsu dan berbagai keburukan di bulan Ramadan. Selain itu, Hari Raya Idul Fitri juga menjadi momen bagi umat muslim untuk saling bermaafan. Di momen hari raya idul fitri ini lah, seringkali digunakan masyarakat Indonesia untuk saling bertemu dengan kerabat jauh, teman, hingga keluarga untuk melakukan buka bersama, berkumpul, dan hanya sekedar mengobrol saja. Selain itu ada beberapa tradisi-tradisi yang kerap dilakukan oleh masyarakat khususnya di berbagai daerah Indonesia. Seperti grebeg syawal di Yogyakarta, meugang tradisi dari aceh yaitu menyembelih hewan sapi atau kambing yang biasanya berlangsung dua hari sebelum hari raya, lalu ada bakar tradisi gunung api dari Bengkulu. Bakar gunung api dilakukan dengan membakar batok kelapa yang ditumpuk menggunung lalu dibakar pada malam takbiran.
Adapun hal tersebut merupakan tradisi yang memiliki makna tertentu untuk memeringati hari Raya Idul Fitri. Ada juga beberapa kebiasaan masyarakat yang kerap tidak memiliki makna yang spesifik. Salah satunya yaitu “Baju baru, Alhamdulillah. Tuk dipakai dihari Raya” . penggalan lirik lagu tersebut akrab di dengar di telinga kita. Dapat dibilang membeli busana baru untuk momen lebaran menjadi tradisi yang mandarah daging bagi umat Muslim di Indonesia. Nah, ternyata tradisi membeli baju baru disaat lebaran di Hari Raya sudah berlangsung lama. Hal tersebut sesuai dengan kutipan yang dikatakan oleh Penasihat Urusan Pribumi untuk Pemerintah Kolonial Belanda, yaitu Snouck Hurgronje yang telah mencatat kebiasaan ini dimulai pada awal abad ke-20. Dalam bukunya yang berjudul “Islam di Hindia Belanda”, Snouck mengatakan bahwa kebiasaan orang Indonesia bertamu pada saat lebaran dengan mengenakan pakaian serba baru mirip dengan tradisi perayaan tahun baru Eropa. Tradisi baju Lebaran pada masa itu sudah menghinggapi para pejabat dan rakyat jelata ketika itu. Dalam “Sarung, Jubah, dan Celana: Penampilan sebagai Sarana Pembeda dan Diskriminiasi” yang termuat dalam Outward Appearances, Kees van Dijk menuliskan pejabat sekelas Bupati berpenampilan dengan pakaian pribumi berupa kain ketat yang berwarna emas dan bergaya eropa. Pada masa penjajahan Jepang pun kebiasaan membeli baju saat Llebaran sedikit tersendat akibat krisis ekonomi abad 20 pada saat itu. Namun, setelah Indonesia merdeka dan keadaan membaik. Tradisi membeli dan mengenakan baju baru saat Lebaran terus berlanjut hingga sekarang.
Dampak dari perilaku komsumtif turut berkontribusi pada menumpuknya limbah pakaian yang sulit untuk didaur ulang. Hal tersebut Dilansir dari Geneva Environment Network, Produksi fashion menyumbang 10% dari emisi karbon manusia, mengeringkan sumber air, dan mencemari sungai dan aliran air. Terlebih lagi, 85% dari semua tekstil dibuang ke tempat pembuangan sampah setiap tahun (UNECE, 2018). Berikut adalah cara untuk mengurangi limbah fashion diantaranya yaitu :
Saat lebaran bukan hanya ada tradisi membeli pakaian baru, namun seringkali masyarakat juga konsumtif dalam membeli toples kue dan kantong belanja sekali pakai. Padahal bila dipikir kembali, hal tersebut dapat diminimalisir dengan beberapa hal, agar tidak dapat membuat limbah baru yang merugikan lingkungan. Dengan pengelolaan yang benar, sampah toples plastik dapat didaur ulang menjadi biji plastik untuk kemudian dijadikan benda lain. Dengan begitu, plastik tidak akan terurai di alam menjadi mikroplastik dan mencemari lingkungan. penggunaan plastik sudah dilarang melalui Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 142 Tahun 2019 Tentang Kewajiban Penggunaan Kantong Belanja Ramah Lingkungan. Berbeda dengan sampah lain yang dengan mudah dapat diurai oleh mikroorganisme dalam tanah, sampah plastik memiliki rantai karbon yang panjang sehingga membutuhkan waktu ratusan, bahkan ribuan tahun agar dapat hancur secara alami. Selama itu pula sampah plastik akan tetap menjadi sampah yang mencemari bumi. Tak hanya toples lastik saja yang dapat digunakan untuk tempat kue, melainkan toples kaca yang pernah ada dapat digunakan sebagai tempat kue. Dari segi warna, toples kaca ini pun tak lagi berwujud bening saja. Ada yang berwarna hijau, oranye, merah, kuning dan warna-warna lainnya. Sesuai bahannya dari kaca, toples kaca aneka warna itu pun tetap tembus pandang. Dengan begitu, tak hanya memberikan kesan estetik saja, tetapi secara fungsi tetap dipertahankan, agar lebih mudah menentukan makanan yang diinginkan di dalam toples kaca tersebut. Selain itu banyak kegunaan saat memakai Kembali toples kaca yang sudah ada :
Masyarakat Indonesia sedikit demi sedikit sudah mulai beralih menggunakan kantong belanja plastic menjadi shopping bag (tidak sekali pakai). Mulai dari supermarket, hingga toko kalangan menengah. Hal tersebut tentu berdampak baik untuk keberlangsungan program pemerintah untuk program mengurangi sampah plastic. Namun tidak banya juga masyarakat yang masih kurang mengerti pentingnya menggunakan reusable bag. Menggunakan Reusable Bag merupakan suatu langkah awal untuk membantu mengurangi pencemaran lingkungan. Mungkin jika kita lihat hal tersebut tidaklah terlalu berpengaruh. Namun, coba bayangkan jika kita berbelanja setiap hari dan menghabiskan 5 kantong plastic per harinya. Maka sudah berapa banyak sampah plastic yang kita kumpulkan sebulan? Maka dari itu, saya berharap untuk membuat masyarakat sadar akan isu pencemaran ini dengan cara menanamkan kebiasaan membawa reusable bag saat hendak bepergian. Berikut merupakan banyak manfaat yang didapatkan dari menggunakan reusable bag, diantaranya yaitu :
Berikut ialah sosok penerima penghargaan Ocean Heros 2018 yang berupayaagar masyarakat Indonesia melakukan pengurangan penggunaan plastik. Tiza Mafira merupakan wanita di balik kebijakan kantong plastik berbayar yang kini mulai diterapkan di berbagai supermarket. Gebrakannya tak hanya menginspirasi Indonesia, tapi dunia.
Tiza Mafira merupakan Direktur Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik. Pada tahun 2013, Tiza membuat sebuah petisi Pay for Plastic Bag dan hasilnya ditandatangani oleh 70.000 orang, sejak saat itu lah Tiza bergabung dengan para pendukung untuk membuat gerakan nasional, sampai akhirnya terciptalah Gerakan Diet Kantong Plastik Indonesia. Isi dari Petisi Pay for Plastic Bag adalah meminta kepada para pedagang dan pengecer untuk tidak lagi memberikan kantung plastik secara gratis. Meskipun mendapat dukungan lebih dari 70 ribu tanda tangan, namun butuh waktu hampir tiga tahun bagi pemerintah dan para pelaku binis ritel untuk mencoba memberlakukan kantong plastik berbayar.
Mitra Hijau Indonesia – Konsultan Lingkungan Hidup Surabaya